Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Kebahagiaan dari Sudut Pandang Teori Ekonomi dan Penjelasannya

Anda ingin bahagia? Inilah daftar kebahagiaan yang perlu dilengkapi: Dapatkan pekerjaan dimana Anda menghasilkan sekitar IDR 82.000.000 setahun, jangan dipecat dari pekerjaan tersebut, pastikan perjalanan dari rumah ke tempat kerja lebih dari 22 menit, berhentilah melihat profil Facebook dan IG teman Anda.


Sebelum mempelajari materi tentang Kebahagiaan dari Sudut Pandang Teori Ekonomi dan Penjelasannya, terlebih dahulu pelajari materi tentang: Cara Mengurangi Jerawat pada Kulit dan Penjelasannya, Langkah Efektif Berkomunikasi di Muka Umum dan Penjelasannya, dan Cerita Asal Mula Kekayaan Terbentuk dan Penjelasannya.

Meraih sebuah kebahagian adalah ambisi dari setiap manusia yang tinggal di muka bumi ini, dan untuk mencapai hal tersebut sudahkan seseorang menyewa pelatih kebahagiaan dalam hidupnya.

Dari semua pemahaman yang ada di dunia, kebahagiaan adalah sesuatu yang mungkin bisa tampak sebagai sesuatu yang sangat sulit untuk dipahami.

Pemikiran ekonomi selama beberapa abad terakhir dibangun di atas model yang mengatakan bahwa semua manusia memiliki keinginan yang tak terbatas dan tak ada habisnya. Lebih banyak, artinya adalah lebih baik. Para ekonom juga percaya bahwa, mereka dapat mengetahui apa yang membuat seseorang menjadi lebih bahagia dengan melihat pola bagaimana orang lain dalam menghabiskan uang dan waktu yang mereka miliki. Namun dalam beberapa tahun terakhir, asumsi tersebut mulai dipertanyakan nilai kebenarannya. Para ekonom dan psikolog telah menemukan keterputusan antara cara seorang individu dalam membeli dan membelanjakan uangnya, ataupun melakukan apa yang sebenarnya yang bisa membuat seseorang MERASA lebih bagagia. Mereka juga menyadari bahwa terkadang, tidak dibayar untuk melakukan sesuatu, dapat membuat seseorang merasa lebih bahagia daripada dibayar atas hal yang dilakukan oleh seseorang tersebut.

Contoh, Budi memasak makan malam untuk seorang teman pada ulang tahunnya, dan setelah temannya tersebut menghabiskan gigitan terakhir dari kue ulang tahun yan dibuat budi, temannya pun kemudian menawarkan sebuah pembayaran untuk kue yang telah dibuat oleh Budi tersebut. Tiba-tiba saja sikap kebaikan yang dimiliki oleh Budi pun mulai berkurang, perasaan hangat yang dimiliki oleh Budi pun mulai tidak terasa, bahkan menghilang.

Para ekonom juga menemukan bahwa terdapat korelasi antara pendapatan yang lebih besar dan kebahagiaan yang lebih besar antar lintas budaya pada tingkat ekonomi tertentu. Tetapi pada beberapa tempat, ternyata efeknya jauh lebih besar daripada tempat yang lain dengan tingkat ekonomi rata-rata yang berbeda. Mereka juga menemukan bahwa lebih banyak uang yang dimiliki oleh seseorang, maka akan menyebabkan kebahagiaan yang dimiliki oleh orang tersebut dapat berkurang dalam kehidupannya sehari-hari.

Katakanlah Stan dan Lee sama-sama pembuat roti yang memiliki karir yang sukses. Berkat kombinasi keterampilan memanggang Lee yang sangat mengesankan dan sedikit keberuntungan, Lee pun telah berhasil menjadi seorang pembuat roti terkenal. Lee berhasil menghasilkan IDR 500.000.000 setahun dalam penjualan cupcake dan baking pan. Sedangkan Stan, di sisi lain, adalah pembuat roti yang ahli, tetapi popularitasnya tidak terlalu terkenal jika dibandingkan dengan Lee. Stan menghasilkan IDR 50.000.000 setahun dengan menjual kue mangkuk dari toko rotinya yang sederhana. Stan dan Lee kemudian mengikuti sebuah kontes membuat cupcake. Lee pun kemudian memenangkan IDR hadiah sebesar 10.000.000 dalam kategori kue. Sedangkan Stan memenangkan hadiah sebesar IDR 10.000.000 untuk lapisan gula dan dekorasinya. Tapi uang hadiah yang akan diterima oleh Stan dan Lee akan memiliki efek yang sangat berbeda pada hidup dan perasaan bahagia dari kedua orang tersebut. Bagi Stan, IDR 10.000.000 mewakili dampak yang signifikan jika dibandingkan dengan pendapatannya, dimana IDR 10.000.000 tersebut mungkin membuatnya merasa jauh lebih santai dan lebih baik. Namun, bagi Lee, tambahan IDR 10.000.000 memang adalah sesuatu bagus dalam beberapa hal untuk karirnya, tetapi hadiah yang diterima oleh Lee tersebut tidak akan banyak mengubah tentang bagaimana Lee dalam menjalani kehidupannya atau apa yang Lee lakukan dengan waktu yang dimilikinya.

Di luar beberapa tingkat pendapatan, nilai setiap penghasilan tambahan yang didapatkan memang memiliki hasil yang semakin berkurang dalam hal kebahagiaan yang dirasakan seseorang dalam kehidupannya sehari-hari.

Sebuah penelitian yang dilakukan pada tahun 2010, menemukan bahwa di USA seorang individu yang memiliki penghasilan sekitar $75.000 per tahun— atau sekitar $82.000 jika nilainya disesuaikan dengan nilai inflasi, menemukan bahwa tingkat kebahagiaan seseorang dalam kehidupannya sehari-hari tidak akan banyak mengalami perubahan dinegara tersebut. Tetapi, penelitian yang sama juga melihat bentuk lain yang berbeda dari makna kebahagiaan itu sendiri, bergantung pada pertanyaan yang diberikan kepada orang-orang diwilayah yang berbeda pula tentang seberapa puas seseorang terhadap rasa bahagia yang dimilikinya. Pada beberapa negara dengan tingkat perkembangan ekonomi yang berbeda selain USA, ditemukan bahwa uang adalah sesuatu yang bernilai penting atau berharga dinegara yang dilakukan penelitian tersebut. Hasil penelitian juga menemukan bahwa ada perbedaan antara orang kaya dan super-duper-kaya dalam makan kepuasan hidup yang dijalaninya.

Tidak hanya itu, diketahui pula bahwa pada beberapa kondisi ada juga orang-orang yang dalam hidupnya cenderung mengalami perasaan yang tidak bahagia dalam menjalani kesehariannya. Dan tampaknya, beberapa orang tersebut lebih cenderung menyukai perasaan bahagia yang sifatnya konstan, biasanya orang-orang tersebut adalah orang-orang yang menyebalkan.

Untuk waktu yang lama, para psikolog juga percaya bahwa setiap orang memiliki "titik pengaturan" untuk kebahagiaan dirinya masing-masing. Dan perubahan yang paling besar hanya memiliki dampak sementara pada kebahagiaan hidupnya. Tetapi, penelitian yang lebih baru juga menunjukkan hasil bahwa pilihan dan keadaan ekonomi dapat memiliki efek jangka panjang pada seberapa bahagia seseorang dalam menjalani kehidupannya. Tidak hanya itu, ditemukan pula, bahwa ada hubungan yang cukup jelas antara pengangguran dan tingkat kebahagiaan yang dimiliki oleh seseorang. Pada dasarnya, kehilangan pekerjaan dapat membuat orang-orang merasa sengsara. Dengan beberapa perkiraan, orang-orang yang menganggur juga memiliki skor kepuasan hidup antara 5% -15% lebih rendah jika dibandingkan dengan orang-orang yang memiliki pekerjaan. Penelitian lain juga telah menemukan bahwa efek negatif dari pengangguran adalah lebih besar jika terjadi di negara-negara yang berpenghasilan tinggi. Ada juga, penelitian yang menunjukkan bahwa kebahagiaan orang pada tingkat usia paruh baya lebih terpengaruh secara negatif karena mengangguur ketimbang faktor usia yang mereka miliki.

Baca Juga:
Seseorang mungkin berpikir, ya, orang tanpa pekerjaan tidak menghasilkan uang, jadi tentu saja mereka akan kurang bahagia. Tetapi para ekonom juga telah menemukan hasil yang lain, yang menyatakan bahwa hilangnya kesejahteraan karena terjadinya pengangguran skala besar ternyata dapat berdampak lebih signifikan terhadap seseorang, ketimbang mengalami kondisi pemecatan secara langsung yang dialami oleh seorang individu. Salah satu penjelasannya adalah bahwa pengangguran membuat orang merasa khawatir tidak hanya tentang membayar tagihan yang harus selalu mereka lunasi hari ini, tetapi juga tentang masa depan yang akan mereka jalani di kemudian hari. Para ekonom juga menemukan bahwa berpindah dari pekerjaan paruh waktu ke pekerjaan tetap membuat seseorang dapat merasa lebih bahagia dalam menjalani kehidupannya. Tapi sebaliknya, ternyata korelasi antara jam kerja dan tingkat kebahagiaan yang dimiliki oleh seseorang ternyata tidak memiliki sifat yang berbanding lurus terhadap apa yang dirasakan oleh diri seorang individu. Pada titik tertentu, ketika seorang pekerja tetap melakukan pekerjaannya dalam waktu yang lama, maka tingkat kebahagiaan yang dimiliki oleh orang tersebut cenderung akan menurun.

Bayangkan hal tersebut seperti bentuk kurva U terbalik.

Lamanya perjalanan kerja yang dilakukan oleh seseroang juga dapat membuat orang tersebut mengalami perasaan kurang bahagia. hal lain juga seperti kepercayaan hutang kartu kredit yang dimiliki oleh seseorang juga dapat membuat orang tersebut juga merasa kurang bahagia.  Tidak hanya itu, inflasi harga yang terjadi pada suatu negara, terutama untuk harga inflasi barang yang tidak terduga, ternyata juga dapat membuat seseorang menjadi kurang bahagia dalam menjalani kehidupannya.

Manusia pada dasarnya adalah makhluk yang menyukai stabilitas dalam hal apapun. Itulah alasan kenapa sebagian besar orang memiliki kecenderungan untuk menahan keluarnya uang tabungan yang mereka miliki.

Tidak hanya untuk tingkat penghasilan yang dimiliki oleh seseorang, tingkat ekonomi dari tetangga sekitar individu ternyata juga dapat mempengaruhi tingkat kebahagiaan yang dimiliki oleh diri seseorang. Ada sesuatu hipotesis yang disebut hipotesis referensi-pendapatan atau hipotesis peringkat-pendapatan, dimana pada hipotesis tersebut dikatakan bahwa kepuasan yang diterima oleh seoserang dari nilai pendapatannya pada tingkat konsumsi tertentu ternyata juga dapat bergantung pada bagaimana orang tersebut dalam melakukan perbandingan terhadap orang lain yang ada disekitar lingkungannya. Jadi, jika seorang pembuat roti tinggal di kawasan elit yang bertetangga dengan para jutawan, maka hal tersebut pembuat roti tersebut akan merasa kurang bahagia dalam menjalani kehidupannya, ketimbang jika pembuat roti tersebut tinggal dilingkungan kelas menengah, bahkan untuk tingkat penghasilan yang didapatkan adalah bernilai sama.

Sebuah penelitian yang dilakukan pada tahun 2009 menemukan bahwa hipotesis tersebut adalah benar, namun hanya sampai pada batas tertentu saja. Para peneliti juga menemukan bahwa orang-orang kaya akan merasa lebih bahagia ketika mereka di lingkungan yang lebih miskin.

“tampaknya individu sebenarnya merasa lebih bahagia ketika mereka hidup di antara orang miskin, selama orang miskin tersebut tidak hidup terlalu dekat dengan lingkungan mereka.” Gagasan bahwa status sosial adalah hal yang penting, mungkin lebih daripada sekadar nilai pendapatan absolut, yang dapat membawa seseorang pada sesuatu yang dikenal dengan istilah "Paradoks Easterlin."

Dinamai sebagai "Paradoks Easterlin" karena seorang ekonom yang bernama Richard Easterlin, pada tahun 70-an, menemukan bahwa ketika tingkat pendapatan di suatu negara meningkat, maka tingkat kebahagiaan rata-rata di negara-negara tersebut tidak selamanya mengikuti perkembangan dari tingkat pendapatan tersebut. Dimana hal ini dapat terjadi pada setiap wilayah di negara manapun, meskipun diketahui juga bahwa, pada tingkat tertentu, ada hubungan positif antara kenaikan tingkat pendapatan terhadap tingkat kebahagiaan yang dijalani oleh seorang individu.

Jadi apa yang sebenarnya terjadi pada tingkat kualitas kebahagiaan yang dimiliki oleh seseorang? Salah satu penjelasannya adalah bahwa manusia dapat memperoleh kebahagiaan dari status sosial yang dimiliki oleh diri manusia itu sendiri, bukan dari pendapatan absolut yang diterimanya.

Jika seluruh negara dimuka bumi ini telah menjadi lebih kaya, bahkan jika pendapatan setiap orang telah mengalami kenaikan, maka status sosial dan tingkat pendapatan relatif yang dimiliki oleh seseorang akan tetap bernilai sama, dan hal tersebut ternyata akan membuat seseorang menjadi kurang bahagia dalam menjalani kehidupannya.

Beberapa ekonom juga berbicara tentang "treadmill hedonis" atau "adaptasi hedonis", yang merupakan suatu istilah yang menjelaskan tentang: “Karena kenyamanan yang hampir dirasakan oleh semua orang, maka kenyamanan tersebut akan menjadi kurang menyenangkan, dan ketika tingkat kenyamanan tersebut telah berubah menjadi sebuah kebutuhan sejati, maka hal tersebut akan orang-orang menjadi jauh lebih kejam untuk merampas hak milik orang lain ketimbang mempertahankan apa yang dimilikinya.”

Seseorang mungkin dapat mengingat kegembiraan yang sempat dirasakannya ketika orang tersebut baru mendapatkan sebuah ponsel pintar keluaran terbaru. Namun, secara perlahan orang tersebut kemudian telah beradaptasi sampai pada titik dimana seseorang tersebut mulai merasa terganggu dengan ponsel yang dimilikina, tetapi jika seseorang tersebut kehilangan ponsel yang dimilikinya tersebut, tetap saja orang tersebut akan merasa kehilangan.

Ada pula beberapa penelitian lain yang menunjukkan bahwa paradoks Easterlin hanya berlaku untuk negara-negara yang relatif kaya atau tingkat pertumbuhan ekonominya telah masuk kategori negara maju, dimana kebutuhan dasar warganya sebagian besar sudah terpenuhi. Namun, untuk negara-negara dengan tingkat PDB yang lebih rendah, hasil penelitian menemukan bahwa, ada peningkatan kebahagiaan secara keseluruhan yang terjadi dimasyarakat ketika pendapatan mereka mengalami kenaikan secara umum. Baru-baru ini pula, ekonom Betsey Stevenson dan Justin Wolfers berpendapat bahwa tingkat kebahagiaan rata-rata dapat meningkat di negara-negara dimana pendapatan negaranya tersebut juga mengalami peningkatan secara rata-rata, terlepas dari seberapa kaya negara itu sendiri. Data tersebut, juga menunjukan adanya korelasi yang jelas antara PDB per kapita dan tingkat kesejahteraan rata-rata. 

Semua penelitian kebahagiaan ini sifatnya adalah penting ketika seseorang atau negara mulai memikirkan tentang bagaimana pemerintahnya mengukur tingkat kemajuan dan memutuskan apa jalan terbaik bagi suatu negara untuk menjadi maju.

Untuk waktu yang lama pertumbuhan ekonomi telah menjadi pusat dari berbagai kebijakan ekonomi. Hal ini menjelaskan terjadinya suatu fiksasi global pada tingkat PDB tertentu. Namun, jika seseorang juga yakin bahwa peningkatan pendapatan dan barang tidak akan membuat orang tersebut merasa lebih bahagia dan lebih baik, maka pertumbuhan pendapatan mungkin saja bukanlah cara terbaik untuk menandai atau menilai kemajuan suatu masyarakat. Fokus pada PDB dan pertumbuhan mungkin menyembunyikan suatu fakta tertentu dan bahkan dapat memperburuk masalah seperti ketimpangan pendapatan dan kerusakan lingkungan yang berkaitan dengan peningkatan konsumsi yang terjadi dimasyarakat.

Pada 1970-an, raja dari sebuah negara kecil Bhutan menyatakan bahwa "Kebahagiaan Nasional Bruto lebih penting daripada Produk Nasional Bruto". Alih-alih mengukur kemajuan ekonomi menggunakan GNP atau PDB, pemerintah Bhutan melakukan hal yang lain untuk mengukur tingkat kemajuan masyarakatnya, yaitu dengan GNH (Gross National Happiness) atau Kebahagiaan Nasional Bruto, yang menganggap bahwa tingkat kesehatan sosial, fisik, spiritual, dan lingkungan warga adalah suatu indikator yang dapat digunakan untuk mengamati tingkat kemajuan dari masyarakat itu sendiri.

Pada tahun 2011, Perserikatan Bangsa-Bangsa kemudian mulai mengadopsi resolusi tersebut yang menyerukan negara-negara anggotanya untuk memberikan bobot yang lebih besar pada tingkat kebahagiaan dan kesejahteraan warganya, ketika sedang mencari solusi dalam mengejar pembangunan sosial dan ekonomi dinegara-negara anggota tersebut.

Referensi Tambahan:

Artikel ini didedikasikan kepada: Selfino Reynald Baharudin, Seofudin, Septa Ami Maulana, Seva Arga Rafli Idris, dan Shofi Ayu Iftianisa.

5 komentar untuk "Kebahagiaan dari Sudut Pandang Teori Ekonomi dan Penjelasannya"

  1. Setelah terjun ke dunia kerja, semakin kesini semakin paham bahwa tempat kerja yang kondusif itu jauh lebih berharga daripada tempat kerja yang dapat memberikan penghasilan yang banyak.

    BalasHapus
  2. Kebahagiaan adalah sesuatu yang tidak bisa dibeli dengan uang,

    BalasHapus
    Balasan
    1. Di jaman sekarang sangat sulit untuk dapat merasakan kebahagiaan dalam kehidupan sehari-hari, apalagi orientasi kerja sekarang rata-rata berpatokan pada waktu bukan pada kualitas kerja. Rentang banget mengalami burnout sindrom.

      Hapus
  3. Alhamdulillah, meskipun penghasilan yang didapat tidak seberapa, tapi lingkungan kerjanya tidak toxic jadi tiap kerja selalu bisa enjoy sama teman2 sekantor.

    BalasHapus
  4. Klo kata pak ustad, hidup mulai terasa tidak bahagia ketika orang tersebut mulai memiliki ambisi yang terlalu besar dalam hidupnya, tapi lupa bersyukur atas segala nikmat yang telah diterimanya.

    BalasHapus

Hubungi admin melalui Wa : +62-896-2414-6106

Respon komentar 7 x 24 jam, mohon bersabar jika komentar tidak langsung dipublikasi atau mendapatkan balasan secara langsung.

Bantu admin meningkatkan kualitas blog dengan melaporkan berbagai permasalahan seperti typo, link bermasalah, dan lain sebagainya melalui kolom komentar.

- Ikatlah Ilmu dengan Memostingkannya -
- Big things start from small things -