Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Ideologi Pancasila dan Dasar Negara Republik Indonesia

Pancasila merupakan filosofi dasar dan resmi dari negera Republik Indonesia [1]. Pancasila terdiri dari dua kata Jawa Kuno yang berasal dari bahasa Sansekerta, dimana "panca" berarti lima dan "sila" berarti prinsip. 

Sebelum mempelajari materi tentang Ideologi Pancasila dan Dasar Negara Republik Indonesia, terlebih dahulu pelajari materi tentang: Contoh Surat Izin Tidak Masuk Sekolah, Cara Mengatasi Insomnia dan Penjelasannya, dan Kepribadian Otoriter dan Penjelasannya.

Jadi, pancasila adalah lima prinsip atau sila yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain yang berperan sebagai sebuah ideologi nasional dari bangsa Indonesia.

Lima Sila Pancasila

  1. Ketuhanan yang Maha Esa
  2. Kemanusiaan yang Adil dan Beradap
  3. Persatuan Indonesia
  4. Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan/Perwakilan
  5. Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia

Terjemahan Pancasila dalam Bahasa Inggris [2]

  1. Belief in the Almighty God
  2. Just and civilized humanity
  3. The Unity of Indonesia
  4. Democracy guided by the inner wisdom in the unanimity arising out of deliberations among representatives
  5. Social justice for the whole of the people of Indonesia

Sejarah Iterasi Pertama Pancasila

Berkeinginan untuk mempersatukan kepulauan Indonesia yang beragam hingga menjadi satu kesatuan negara baru pada tahun 1945, salah satu calon Presiden Pertama Republik Indonesia Soekarno mengumumkan bahwa Pancasila adalah teori dasar dan filosofi dasar bagi negara baru tersebut, yaitu Negara Kesatuan Republik Indonesia. Filosofi politik dari pancasila pada dasarnya merupakan penggabungan beberapa unsur seperti monoteisme, nasionalisme, dan sosialisme. Soekarno secara konsisten juga menyatakan bahwa Pancasila merupakan filsafat asli dari bangsa Indonesia yang dikembangkan dibawah inspirasi tradisi filosofis sejarah bangsa Indonesia yang merupakan tradisi Indonesia asli, Hindu India, Kristen Barat, dan Islam Arab. "Ketuhanan" pada sila pertama pancasila pada awalnya adalah pribumi, sedangkan konsep "kemanusiaan" berasal dari budaya Hindu Tat Tvam Sasi, sementara konsep Islam berasal dari "fardhukifayah", dan konsep Kristen merupakan makna dari rasa cinta antar sesama. Dijelaskan pula bahwa "keadilan sosial", merupakan konsep yang diturunkan dari budaya Jawa "Radu Adil", yang bermakna pemimpin yang adil, dan menjadi penguasa Jawa mesianis yang akan membebaskan rakyat Indonesia dari segala bentuk penindasan yang menimpa bangsanya. Pancasila adalah sebuah ideologi yang dimaksudkan untuk menyelesaikan perbedaan yang kontras antara mayoritas muslim, rasa nasionalis, dan Kristen.

Bentuk iterasi Pancasila versi pertama yang disajikan oleh Presiden Soekarno adalah pada tanggal 1 Juni 1945 yang kemudian diserahkan kepada dewan persiapan kemerdekaan atau dikenal dengan nama Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPKI) [3] dalam pidatonya yang berjudul "Lahirnya Pancasila" [4], dengan isi pertamanya adalah sebagai berikut: [5]
  1. Kebangsaan Indonesia: patriotisme Indonesia;
  2. Internasionalisme: Internasionalisme yang menekankan keadilan dan keutamaan kemanusiaan,
  3. Musyawarah Mufakat: Musyarawah menekankan pada bentuk demokrasi perwakilan dimana tidak ada dominasi etnis dan setiap anggota dewan memiliki hak suara yang sama,
  4. Kesejahteraan Sosial: Kesejahteraan sosial berlandaskan pada teori negara kesejahteraan dan menekankan pada sosialisme kerakyatan, dan
  5. Ketuhanan yang Maha Esa: Ketuhanan yang merupakan satu kesatuan yang hakiki (sebuah rumusan yang dapat dianggap menyiratkan baik monoteisme maupun panteisme, sehingga memberikan ruang bagi semua agam besar di Indonesia).

Sejarah Iterasi Kedua Pancasila

Soekarno memberikan iterasi pertama Pancasila dalam pidatonya pada tanggal 1 Juni 1945 kepada BPUPKI dan kemudian menghilangkan kata "Indonesia" [6][7]. Selanjutnya panitia sembilan yang teridri dari Soekarno, Mohammad Hatta, Mohammad Yamin, Alexander Andries Maramis, Ahmad Subardjo, Ki Hadikusumo, Wachid Hasyim, Agus Salim, dan Abikusno, kemudian merumuskan iterasi kedua dari Pancasila untuk Piagam Jakarta dan Pembukaan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 [8] dengan melakukan penataan ulang pada pecahan-pecahan aslinya, dimana pada sila pertama tentang tauhid dan religiusitas diusulkan sebagai sila pertama, sila kedua tetap, sila pertama yang berada pada urutan pertama sebelumnya diganti menjadi urutan ke tiga, dan sila ke tiga dan ke empat pada sila awal berganti ke sila ke empat dan sila ke lima pada posisi yang baru. Usulan perbaikan tersebut pun diterima oleh Soekarno, dan juga anggota panitia sembilan lainnya. Selanjutnya, sila pertama pada Piagam Jakarta dan Pembukaan UUD 1945 pada sila pertama yang berbunyi "Ketuhanan dengan Kewajiban Menjalankan Syariah Islam bagi Pemelik-pemeluknya" diganti pada tahun 18 Agustus 1945 olek PPKI yang diganti dengan "Ketuhanan yang Maha Esa" [9].

Pada tahun 1945 konditusi Indonesia mendefinisikan Pancasila sebagai prinsip-prinsip dasar negera Indonesia merdeka [6][10].

Baca Juga:

Pemahaman Pancasila pada Era Orde Baru

Demokrasi Pancasila berusaha untuk mencapai keseimbangan antara kepentingan individu dan kepentingan masyarakat. Pancasila berusaha untuk mencegah penindasan yang lemah oleh pihak yang lebih kuat, baik dengan cara perlindungan ekonomi ataupun perlindungan politik. Oleh karena itu, Pancasila berpandangan bahwa Pancasila adalah masyarakat sosial-keagamaan, yang secara singkat ciri-ciri utamanya adalah penolakan terhadap kemiskinan, keterbelakangan, konflik, eksploitasi, kapitalisme, feodalisme, kediktatoran, kolonialisme, dan imperialisme, yang merupakan bentuk kewajiban yang dipilih dengan rasa percaya diri [11].

Pada era orde baru, Prisiden ke dua Republik Indonesia, Soeharto, sangat mendukung penerapan Pancasila pada seluruh sendi kehidupan bangsa Indonesia. Pada masa pemerintahan tersebut lima prinsip Pancasila digunakan sebagai ideologi nasional utama yang digambarkan sebagai representasi kearifan lokal masyarakat Indonesia, sebelum masukknya agama asing seperti Hindu dan Islam. Dalam pidato pada Juli 1982 yang mencerminkan Soeharto pada ketertarikannya terhadap kepercayaan Jawa, Soeharto pun memuliakan Pancasila sebagai sebuah kunci untuk mencapai kehidupan yang sempurna yang selaras dengan Tuhan dan sesama manusia [12].

Pada tahun 1978 Soeharto menjamin resolusi parlemen (Tap MPR No. 2/1978) pada Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila atau P4 dan kemudian memulai program wajib untuk mengindroktrinasi semua masyarakat Indonesia dari siswa sekolah dasar hingga ke tingkat pekerja kantoran untuk melakukan penerapan P4 dalam menghayati nilai-nilai kebangsaan tersebut. Setelah awalnya berhati-hati untuk tidak menyinggung kepekaan para cendikiawan Muslim yang khawatir bahwa Pancasila akan berkembang menjadi aliran agama yang bersifat semu, sehingga ditetapkan pula resolusi parlemen lain pada tahun 1983 ( Tab MPR No. 11/1983) yang secara resmi mewajibkan ketaatan kepada Pancasila untuk semua organisasi di Indonesia, baik itu organisasi publik ataupun organisasi swasta. Namun, dalam praktiknya pemerintahan Soeharto pun malah memanfaatkan ketidakjelasan Pancasila tersebut untuk membenarkan tindakannya dan mengutuk segala lawannya yang memiliki paham "anti pancasila" [12].

Alasan Terciptanya Pancasila

Perumusan Pancasila terjadi pada pertengahan abad ke-20 segera setelah berakhirnya Perang Dunia Kedua. Dengan demikian, ideologi tersebut mencerminkan kondisi sosial-politik pada akhir periode kolonial di Indonesia dan pada periode perang selanjutnya. Konsep dari Pancasila berasal dan disintesis dari ide dan cita-cita para pendiri negara Indonesia, terutama Soekarno. Periode sejarah yang paling memengaruhi para founding fathers Indonesia adalah kondisi sosial-politik Hindia Belanda pada awal dan pada pertengahan abad ke-20.

Pada paruh pertama abad ke-20, beberapa ideologi yang telah mapan telah masuk ke Hindia Belanda yang diantaranya adalah ideologi imperialisme dan antitesis nasionalis anti kolonial, ideologi negara Jawa tradisional, Islamisme, Demokrasi, Sosialisme, dan Komunisme. Pada pendukung ideologi tersebut pun juga telah membentuk organisasi atau partai politik untuk memperjuangkan tujuan masing-masing, seperti Partai Sarekat Islam yang didirikan pada tahun 1905 yang diikuti oleh Masyumi pada tahun 1943, partai Komunis yang didirikan pada tahun 1914, dan Partai Nasional Indonesia nasionalis Sukarno yang didirikan pada tahun 1927. Karena banyaknya ideologi yang mulai berkembang dikalangan masyarakat Indonesia, maka diputuskan bahwa republik baru perlu melakukan sintetis ideologi baru pula yang berasal dari nilai-nilai asli Indonesia serta nilai-nilai bersama yang berasal dari berbagai ideologi [13].

Plurarisme dan Inklusivitas

Indonesia merupakan bangsa yang multikultural, yang terdiri dari beragam suku bangsa, bahasa, budaya, agama, dan cara hidup yang berbeda-beda. Para pendiri negara telah memutuskan bahwa ideologi negara haruslah mencakup dan melindungi segala spektrum masyarakat Indonesia tersebut, dimana konsensus untuk kebaikan bersama harus diperjuangkan dan rasa keadilan ditegakkan. Akibatnya, Pancasila juga sering dipandang sebagai bentuk pluralisme dan moderasi, mulai dari sosialis hingga nasionalis dan agama.

Beberapa kompromi telah dibuat selama proses pembentukan Pancasila untuk dapat memuaskan segala elemen-elemen tertentu yang ada di masyarakat Indonesia. Misalnya, karena populasi masyarakat muslim Indonesia yang sangat besar, maka dibuatlah suatu toleransi dimana masyarakat Indonesia tidak mengadopsi politik Islam atau menyatakan bahwa Islam adalah agama resmi yang ada dinegara Indonesia guna menghormati pemeluk keyakinan dan agama lainnya. Dan sejalan dengan kekayikan tersebut, Pancasila kemudian menetapkan tauhid sebagai prinsip wajib dari setiap agama yang diakui secara nasional. Juga, Selain Agama Islam, Indonesia hanya mengakui beberapa agama berikut ini:
  • Kristen (Katolik dan Protestan),
  • Hiduisme monoteistik,
  • Agama Budha,
  • dan Konfusianisme (yang telah ditambahkan pada abad ke-21).

Pengadopsian bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi nasional, bukannya bahasa Jawa sebagai bahasa nasional adalah karena nilai praktis yang dimiliki oleh bahasa Indonesia tersebut dan mengurangi rasa kekhawatiran tentang 'menganak emaskan' mayoritas orang dari suku jawa yang berada di Indonesia [14].

Pancasila dipengaruhi oleh aspek-aspek tertentu dari nilai dan ideologi yang dipilih seperti nasionalisme, kemanusiaan, demokrasi, sosialisme, dan religiusitas [13]. Kebutuhan untuk menyatukan negara Indonesia yang terdiri dari beragam budaya juga menyebabkan perumusan moto nasional, yaitu "Bhinneka Tunggal Ika", yang dapat diterjemahkan sebagai bentuk kesatuan dalam keberagaman. Pancasila juga dinyatakan sebagai bentuk kesatuan esensial dari para anggota pembentuknya meskipun ada perbedaan dari segi etnis, regional, sosial, dan agama [15].

Moderasi dan Toleransi

Pada tahun 1945, selama masa pembentukan ideologi Pancasila, terjadi banyak sekali perdebatan antara kaum nasionalis yang menyerukan negara yang pluralistik dan kaum Islamis yang menyerukan negara agama yang diatur oleh hukum Islam atau hukum Syariah. Para pendiri bangsa pun kemudian memilih sikap toleransi beragama dalam keputusan akhirnya [16]. Dimana Pancasila mendorong para pendukuknya untuk dapat mempraktikkan moderasi dan toleransi dalam kehidupan sehari-harinya, sehingga sikap radikalisme dan ekstremisme dapat dihalangi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Untuk dapat hidup rukun dalam masyarakat Indonesia yang majemuk, maka keanggotaan seseorang dalam suatu kelompok agama, etnis, ataupun sosial tidak boleh mendominasi, membeda-bedakan, dan berprasangka buruk dalam hubungannya terhadap kelompok lain dalam kehidupan berbangsa dan bernegara [16].

Bentuk Penafsiran

Salah satu bentuk penafsilan terhadap Pancasila adalah yang dilakukan oleh Panglima Kodam I/Bukit Barisan pada tahun 1966 menggambar Pancasila sebagai bentuk dari ideologi sosialisme agama [17].

Kritik Terhadap Pancasila

Sebuah organisasi The International Humanist and Uni Etis atau IHEU, yang merupakan sebuah organisasi dari kelompok ateis, telah melakukan kritik terhadap sila pertama pada Pancasila karena tidak termasuk hak sebagai kaum ateis untuk dapat mempercayai keyakinan terhadap tuhan. IHEU berpendapat bahwa hal ini memungkinkan terjadinya budaya penindasan terhadap kaum ateis, dan tidak hanya itu bentuk dari sila pertama itu sendiri hanya mengakui beberapa bentuk keyakinan saja seperti Budha, Konghucu, Hindu, Islam, Kristen Protestan, dan Katolik, sehingga orang-orang dengan kepercayaan yang lain tidak dapat mengidentifikasi diri sebagai bagian dari kelompok kepercayaan yang diakui oleh negara, termasuk kaum ateis, dan akan mengakibatkan diskriminasi yang bersifat resmi dari negara Indonesia [18].

Kritik terhadap Pancasila juga dilarang pada KUHP karena lambang negara Indonesia mencantumkan Pancasila. Menurut pasal 68 [19], pencemaran nama baik diancam dengan hukuman penjara hingga lima tahun atau setengah miliar rupiah. Pada tahun 2018, pemimpin salah satu organisasi agama di Indonesia telah mendapatkan dakwaan sesuai dengan pasal 154a dan 320 KUHP karena menghina ideologi negara dan pencemaran nama baik [20].

Referensi Tambahan:

Artikel ini didedikasikan kepada: Ainul Hakim, Aisya Najma Millatina, Aji Kartika Wening, Aldi Setiawan, dan Alfi Hirza Aniqoh.

27 komentar untuk "Ideologi Pancasila dan Dasar Negara Republik Indonesia"

  1. Balasan
    1. [1]
      "Pancasila Plan to Affect Foreigners". The Jakarta Globe. Retrieved 22 September 2013.

      Hapus
    2. [3]
      Schindehütte, Matti Justus (2006). Zivilreligion als Verantwortung der Gesellschaft. Religion als politischer Faktor innerhalb der Entwicklung der Pancasila Indonesiens (PDF) (Thesis) (in German). Universität Hamburg. pp. 151–179.

      Hapus
    3. [4]
      Saafroedin Bahar et al. (1995), pp. 55–72.

      Hapus
    4. [5]
      Smith, Roger M. (editory) (1974). Southeast Asia: Documents of Political Development and Change. Ithaca and London. pp. 174–83.

      Hapus
    5. [6]
      Saafroedin Bahar et al. (1995), pp. 63–84.

      Hapus
    6. [8]
      Saafrudin Bahar et al., 1995 and Kusuma, 2004.

      Hapus
    7. [9]
      Saafroedin Bahar et al. (1995), p. 301.

      Hapus
    8. [11]
      Suharto to G. Dwipayana and Ramadhan K. H., in Soeharto: My Thoughts, Words[,] and Deeds: An Autobiography, p. 194.

      Hapus
    9. [12]
      Ken Ward, 'Soeharto's Javanese Pancasila', Ch 2 in (August 2010). Soeharto's New Order and Its Legacy: Essays in Honour of Harold Crouch. edited by Edward Aspinall and Greg Fealy | ANUE PressEpress.anu.edu.au. ISBN 9781921666476. Archived from the original on 14 May 2013. Retrieved 22 September 2013. (Harold Crouch)

      Hapus
    10. [13]
      Nanda Prasandi (25 September 2014). "Keunggulan Ideologi Pancasila". Kompasiana.

      Hapus
    11. [14]
      "The Invention of 'Lingua Franca', Language and Indonesian Nationalist Movement". Bahasa Kita. 11 May 2012.

      Hapus
    12. [15]
      "Bhineka Tunggal Ika". Bahasa Kita. 29 January 2011.

      Hapus
    13. [16]
      Jayshree Bajoria (7 July 2011). "Indonesia's view of tolerance is a blueprint for others". The National.

      Hapus
    14. [17]
      "Communist teachings do not recognize religious socialism". Angkatan Bersendjata. Medan. 3 January 1966.

      Hapus
    15. [18]
      "Pancasila Blasted for Repression of Atheists". The Jakarta Globe. 11 December 2012. Retrieved 24 May 2014.

      Hapus
    16. [19]
      "Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2009 - Wikisource bahasa Indonesia". id.wikisource.org.

      Hapus
    17. [20]
      Post, The Jakarta. "West Java Police drop defamation charges against FPI leader". The Jakarta Post. Retrieved 12 July 2020.

      Hapus
  2. Balasan
    1. Kosy Zakaria, ed. (1999). Indonesia 1999: An Official Handbook. Jakarta: Indonesian Department of Information.

      Hapus
    2. Kusuma, RMAB (2004). Lahirnya Undang Undang Dasar 1945 [Birth of the 1945 Constitutution] (in Indonesian). Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia: KITLV Press. ISBN 979-8972-28-7.

      Hapus
    3. Ricklefs, M. C. (1991). A History of Modern Indonesia since c.1300, Second Edition. MacMillan. ISBN 978-0-333-57689-2.

      Hapus
    4. Saafroedin Bahar; Nanie Hudawati Sinaga; et al., eds. (1999). Risalah Sidang Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) [Minutes of the Meetings of the Investigating Committee for Preparatory Work for Indonesian Independence (BPUPK) [sic] Preparatory Committee for Indonesian Independence (PPKI)] (in Indonesian). Jakarta: Sekretariat Negara Republik Indonesia. ISBN 979-8300-00-9.

      Hapus
    5. Sukarno (1949). Lahirnya Pancasila [The Birth of Pancasila] (in Indonesian). JYogyakarta: InGuntur.

      Hapus

Hubungi admin melalui Wa : +62-896-2414-6106

Respon komentar 7 x 24 jam, mohon bersabar jika komentar tidak langsung dipublikasi atau mendapatkan balasan secara langsung.

Bantu admin meningkatkan kualitas blog dengan melaporkan berbagai permasalahan seperti typo, link bermasalah, dan lain sebagainya melalui kolom komentar.

- Ikatlah Ilmu dengan Memostingkannya -
- Big things start from small things -