Primordialisme dan Kaitannya dengan Teori Identitas Etnis
Primordialisme merupakan bentuk gagasan dimana identitas etnis dan bangsa adalah bersifat tetap, alami, dan kuno [1]. Orang-orang dengan paham primordialis selalu berpendapat bahwa individu memiliki identitas etnis yang bersifat tunggal yang tidak tunduk pada perubahan yang eksogen dalam proses sejarah [2][3], dimana secara umum, pada sebagian besar masyarakat, yang dinyatakan secara implisit dalam banyak penelitian akademis, paham primordialisme ditolak secara luas oleh para sarjana nasional dan berbagai etnis, karena setiap individu pada hakekatnya memiliki banyak identitas etnis yang dapat berubah dan dapat dikonstruksi ulang secara sosial [2][4].
Primordialisme atau perenialisme merupakan argumen yang menyatakan bahwa suatu bangsa adalah fenomena alam kuno yang dapat ditelusuri secara filosofis dalam ide-ide romantisme jerma, seperti dalam karya Johann Gottlien Fitche dan Johann Gottfried Herder [5]. Bagi Herder, sebuah bangsa adalah sesuatu yang identik dengan kelompok bahasa yang digunakannya. Dalam pemikiran Herder, bahasa merupakan sesuai yang identik dengan pemikiran dan dipelajari dalam suatu komunitas tertentu, sehingga setiap komunitas harus berpikir secara berbeda-beda sesuai dengan bahasa yang digunakan dalam komunitas tersebut. Tidak hanya itu, hal ini juga menunjukkan bahwa masyarakat memegang sifat yang bentuknya tetap dari waktu ke waktu seiring dengan perkembangan zaman.
Paham primordialisme menghadapi banyak sekali kritik pada masa Perang Dunia ke II, karena banyak sarjana dengan jiwa nasionalisme tinggi datang untuk memperlakukan suatu bangsa sebagai sebuah komunitas yang dibangung dengan teknologi dan politik modernitas [1].
Premordialisme dalam kaitan etnis, juga berpendapat bahwa "kelompok etnis dan kebangsaan ada karena suatu tradisi dan kepercayaan, serta tindakannya terhadap objek premordial seperti faktor-faktor biologis dan lokasi teritorial". Argumen in bertumpu pada teori kekerabatan, dimana anggota kelompok atau etnis tertentu merasa memiliki kesamaan karakteristik, asal usul, dan juga hubungan darah. Jika dilihat dari Igbos Nigeria, maka apa yang mengikuti seseorang adalah apa yang menjadi asal usul mereka terdahulu [7].
Primordialisme tidak hanya dipahami sebagai sesuatu yang bersifat tetap dan sempurna, melainkan juga sebuah paham yang tetap memiliki kekurangan dan masalah, sama seperti halnya sebuah tradisi konseptual dan teoretis dalam ilmu-ilmu sosial, dimana salah seorang ilmuan politik seperti Khalil F. Osman [8] juga berpendapat bahwa "Premordialisme adalah sebuah pendekatan yang menekankan pada cara kerja loyalitas dan solidaritas sub-nasional yang beroperasi pada tingkat kesadaran kolektif masyarakat, dan masih mampu untuk memberikan alat epistemologis dan konseptual yang menginformasikan dan membuka ruang unik untuk penelitian dalam tindakan sosial dan politik".
Teori identitas etnis
Meskipun identitas komunal telah memberikan dasar pada definisi kelompok etnis, namun ada ketidaksetaraan mengenai bagaimana identitas etnis dapat terbentuk dan bagaimana hal tersebut dapat berubah dari waktu ke waktu. Dalam teori identitas etnis aliran pemikiran yang dikenal sebagai pendekatan primordialis, menjelaskan bahwa etnisitas sebagai sebuah karakteristik yang bersifat tetap pada individu dan komunitas. Dari pandangan tersebut, paham etnisitas atau kesukuan tertanam dalam atribut biologis yang diwariskan dari generasi ke generasi dan juga sejarah praktik budaya yang berbeda-beda. Identitas etnis dipandang sebagai sesuatu yang unik dalam intensitas dan daya tahan sebagai faktor eksistensial yang menentukan identifikasi diri dan ciri khas komunal. Mobilisasi identitas etnis dan nasionalisme etnis merupakan alat yang ampuh untuk melibatkan kelompok dalam perjuangan politik, sedangkan perpecahan etnis dan konflik dianggap selalu melekat pada masyarakat multietnis dan merupakan bentuk fenomena yang bersifat umum.
Primordialisme atau perenialisme merupakan argumen yang menyatakan bahwa suatu bangsa adalah fenomena alam kuno yang dapat ditelusuri secara filosofis dalam ide-ide romantisme jerma, seperti dalam karya Johann Gottlien Fitche dan Johann Gottfried Herder [5]. Bagi Herder, sebuah bangsa adalah sesuatu yang identik dengan kelompok bahasa yang digunakannya. Dalam pemikiran Herder, bahasa merupakan sesuai yang identik dengan pemikiran dan dipelajari dalam suatu komunitas tertentu, sehingga setiap komunitas harus berpikir secara berbeda-beda sesuai dengan bahasa yang digunakan dalam komunitas tersebut. Tidak hanya itu, hal ini juga menunjukkan bahwa masyarakat memegang sifat yang bentuknya tetap dari waktu ke waktu seiring dengan perkembangan zaman.
Paham primordialisme menghadapi banyak sekali kritik pada masa Perang Dunia ke II, karena banyak sarjana dengan jiwa nasionalisme tinggi datang untuk memperlakukan suatu bangsa sebagai sebuah komunitas yang dibangung dengan teknologi dan politik modernitas [1].
Premordialisme dalam kaitan etnis, juga berpendapat bahwa "kelompok etnis dan kebangsaan ada karena suatu tradisi dan kepercayaan, serta tindakannya terhadap objek premordial seperti faktor-faktor biologis dan lokasi teritorial". Argumen in bertumpu pada teori kekerabatan, dimana anggota kelompok atau etnis tertentu merasa memiliki kesamaan karakteristik, asal usul, dan juga hubungan darah. Jika dilihat dari Igbos Nigeria, maka apa yang mengikuti seseorang adalah apa yang menjadi asal usul mereka terdahulu [7].
Primordialisme tidak hanya dipahami sebagai sesuatu yang bersifat tetap dan sempurna, melainkan juga sebuah paham yang tetap memiliki kekurangan dan masalah, sama seperti halnya sebuah tradisi konseptual dan teoretis dalam ilmu-ilmu sosial, dimana salah seorang ilmuan politik seperti Khalil F. Osman [8] juga berpendapat bahwa "Premordialisme adalah sebuah pendekatan yang menekankan pada cara kerja loyalitas dan solidaritas sub-nasional yang beroperasi pada tingkat kesadaran kolektif masyarakat, dan masih mampu untuk memberikan alat epistemologis dan konseptual yang menginformasikan dan membuka ruang unik untuk penelitian dalam tindakan sosial dan politik".
Teori identitas etnis
Meskipun identitas komunal telah memberikan dasar pada definisi kelompok etnis, namun ada ketidaksetaraan mengenai bagaimana identitas etnis dapat terbentuk dan bagaimana hal tersebut dapat berubah dari waktu ke waktu. Dalam teori identitas etnis aliran pemikiran yang dikenal sebagai pendekatan primordialis, menjelaskan bahwa etnisitas sebagai sebuah karakteristik yang bersifat tetap pada individu dan komunitas. Dari pandangan tersebut, paham etnisitas atau kesukuan tertanam dalam atribut biologis yang diwariskan dari generasi ke generasi dan juga sejarah praktik budaya yang berbeda-beda. Identitas etnis dipandang sebagai sesuatu yang unik dalam intensitas dan daya tahan sebagai faktor eksistensial yang menentukan identifikasi diri dan ciri khas komunal. Mobilisasi identitas etnis dan nasionalisme etnis merupakan alat yang ampuh untuk melibatkan kelompok dalam perjuangan politik, sedangkan perpecahan etnis dan konflik dianggap selalu melekat pada masyarakat multietnis dan merupakan bentuk fenomena yang bersifat umum.
Mengenai ciri-ciri dari primordialisme ialah berikut:
- Diwujudkan dalam bentuk identitas kelompok atau etnis.
- Bentuk kosekuensi dari masyarakat multikultural.
- Melahirkan sikap protektif terhadap suatu kelompok tertentu.
- Dapat menyebabkan permusuhan dan perpecahan dikalangan masyarakat.
- Adanya nilai-nilai yang berkaitan dengan keyakinan atau paham suatu kelompok.
- Memiliki cita-cita dan tujuan yang sama dalam suatu kelompok.
Artikel ini didedikasikan kepada: Ahmad Hafizhuddin Auzan, Ahmad Miftah Fariz, Ainul Hakim, Aisya Najma Millatina, dan Aji Kartika Wening.
DAFTAR RUJUKAN
BalasHapus[1]
HapusJack Hayward, Brian Barry, Archie Brown (2003) p 330
[2]
HapusChandra, Kanchan (2012). Constructivist theories of ethnic politics. Oxford University Press. p. 19. ISBN 978-0-19-989315-7. OCLC 829678440.
[3]
HapusMurat Bayar, ‘Reconsidering Primordialism: an alternative approach to the study of ethnicity’, Ethnic and Racial Studies, 32.9, (2009), pp. 1-20, (p. 2).
[4]
HapusLaitin, David D. (1998). Identity in formation : the Russian-speaking populations in the near abroad. Cornell University Press. pp. 9–10. ISBN 0-8014-3495-5. OCLC 851108907.
[5]
HapusDominique Jacquin-Berdal (2002) p 9
[6]
HapusSteven Gryosby (1994) ‘The verdict of history: The inexpungeable tie of primordiality huth – A response to Eller and Coughlan’, Ethnic and Racial Studies 17(1), pp. 164-171, (p. 168).
[7]
HapusJohannes, Harnischfeger, ‘Secessionism in Nigeria’, ECAS 4 conference, Uppsala, (2011) [accessed 31/10/11] (p. 1).
[8]
HapusKhalil F. Osman, Sectarianism in Iraq: The Making of State and Nation since 1920 (London and New York: Routledge, 2015), p. 36.
Apa bahayanya pandangan primordialisme ini terhadap keutuhan bangsa?
BalasHapusOrang yang memiliki paham primordialisme, memiliki kecenderungan untuk membenci etnis lain, dan cenderung membangga-banggakan etnisnya secara berlebihan, sehingga sangat rawan terjadinya perselisihan.
HapusContohnya tragedi sampit dikalimantan, yang terjadi karena paham kesukuan yang terlalu tinggi terhadap para pendatang.
HapusLog itu kan emang suku pendatangnya yang petakilan, kita orang kalimantan bukan orang yang rasis, cuma klo harga diri sudah merasa direndahkan itu lain cerita.
HapusBiasanya orang dengan paham primordialis ini cenderung orang-orang tua yang masih menetap disuatu wilayah dari masa kecilnya dulu.
BalasHapusMakanya kayak orang padang dong, suka merantau, jadi bisa lihat dunia lebih luas.
HapusOrang padang suka merantau itu, karena hukum ada diwilayahnya memang masih kental dan terlalu mengekang, makanya cari penghidupan di tempat lain.
Hapus